Rabu, 22 Juni 2011

Trik Rentenir Menggaet Korban dengan Istilah Titip Uang





Rentenir adalah penghisap darah manusia. Dengan bunga yang mencekik leher tentu saja akan membuat korban akan kehabisan darah (akal) untuk melunasi hutang-hutang tersebut. Akhirnya timbullah konflik! Konflik secara hukum dengan para rentenir tidak perlu ditakuti! Karena biasanya para rentenir menggunakan istilah titip uang dalam surat perjanjian, sedangkan masalah bunga akan diucapkan secara lisan saja dengan bunga yang cukup fantastis hingga 30% per bulan. Nah, dalam undang-undang dinyatakan segala bentuk pinjaman dengan bunga lebih dari 5% adalah illegal. Sedangkan untuk istilah titip uang tidak diperkenankan untuk menuntut bunga dari peminjam. Jadi, hadapi dan pelajari trik hukum mengenai hutang-piuatang dengan seksama. Selamat membaca tulisan berikut:
 



Sophos Computer Security - Learn moreMakin sulitnya kondisi ekonomi masyarakat saat ini membuat mereka mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan problem kehidupan. Peluang ini dimanfaatkan oleh rentenir Ibarat sudah jatuh, masyarakat yang terpaksa menerima bantuan rentenir, masih harus tertimpa tangga pula. Karena harus dibelit bunga berbunga yang semakin mencekik leher.

Ada kasus menarik yang kami tangani dimana klien (debitur) merasa sudah kehabisan akal untuk mengatasi masalahnya dengan rentenir (kreditur). Klien merasa tidak siap mental ketika sang rentenir sering datang ke rumahnya untuk menagih hutang. Pembayaran bunga menjadi lebih besar dari pada hutang pokoknya. Akibat ulah rentenir ini, masyarakat bisa bangkrut/pailit.

Bagi seorang rentenir, hidup adalah mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan apa esensi dari perbuatannya. Ketika ada seorang klien datang padanya, tak segan-segan ia membantu kliennya tersebut dengan memberikan sejumlah uang yang mereka butuhkan dengan meminta jaminan. Sebagian besar orang yang memohon bantuannya tersebut adalah orang yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.

Dalam surat perjanjian yang ditawarkan rentenir kepada kliennya, tertera kata-kata “uang titipan”. Seolah-olah sang rentenir ingin mempersepsikan dirinya sebagai orang yang menitipkan uang kepada klien. Rentenir dikesankan bukan sebagai orang yang memberi pinjaman uang dengan bunga. Walaupun kenyataannya adalah pinjaman uang dengan bunga. Lantas, apa sebenarnya yang ingin dihindari oleh sang rentenir dengan trik “uang titipan” tersebut. Serta alasannya untuk menghindari akibat hukum dari perbuatan “memberi pinjaman uang dengan bunga”.

Ketika sang rentenir meminjam istilah “uang titipan”, bukankah seharusnya ia menjadi pihak yang sangat dirugikan oleh kata-kata yang dibuatnya sendiri?. logikanya ketika seseorang menitipkan sesuatu kepada orang lain, justru seharusnya yang mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar retribusi adalah orang yang menitipkan, bukan sebaliknya. Sehingga sebenarnya sang rentenir tidak berhak atas pembayaran bunga dari klien (debitur). Sebaliknya ia yang harus membayarkan sejumlah uang atas titipannya tersebut kepada klien. 


 

US Store PDP. BitDefender Total Security 2011 3PCsPada pasal 1718 KUH Perdata disebutkan ”Jika benda yang dititipkan telah memberikan hasil-hasil yang dipungut atau diterima oleh si penerima titipan, maka ia diwajibkan mengembalikannya. Ia tidak diharuskan membayar bunga atas jumlah-jumlah uang yang dititipkan kepadanya, selain sejak hari ia lalai mengembalikannya, setelah diperingatkan.”

Pasal ini menjelaskan tentang hubungan hukum antara orang yang menitipkan sesuatu dengan orang yang menerima titipan. Apabila diterapkan pada kasus diatas, maka klien (debitur) tidak diharuskan membayar bunga walaupun uang titipan tersebut telah memberikan suatu hasil yang menguntungkan klien (debitur). Hal inilah sekiranya yang dapat sedikit membalas perbuatan licik rentenir terhadap klien (debitur).

Rentenir (kreditur) tidak dapat menggugat pembayaran atas bunga berbunga karena memang klausula “bunga sekian %” tidak dicantumkan dalam perjanjian. Klausula pinjaman uang dengan bunga hanya diperjanjikan secara lisan saja. Jika dibuat tertulis, tentu rentenir (kreditur) khawatir apabila bisnis ilegalnya ini tercium pihak yang berwenang. Secara hukum kreditur tidak mau disebut sebagai rentenir tetapi sebagai orang yang menitipkan uang.

Apabila kreditur tetap menginginkan pembayaran atas bunga sebagai imbas dari keterlambatan pengembalian uang titipan, maka ia harus membuktikan bahwa klien (debitur) telah “lalai mengembalikan uang titipan setelah diperingatkan”. Konsekuensi logisnya adalah kreditur tidak berhak menerima pembayaran bunga atas uang yang dititipkan kepadanya, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa klien (debitur) telah lalai.

Jadi baik kreditur (rentenir) maupun debitur (klien) sebenarnya sama-sama diuntungkan ketika diantara mereka tidak terjadi perselisihan atas kesepakatan yang telah mereka buat. Juga sama-sama dirugikan, apabila salah satu pihak punya itikad tidak baik. Dalam arti kreditur yang ingin menyembunyikan jati dirinya dengan menutupi “praktek rentenir” dengan meminjam istilah “uang titipan”. Pihak kreditur akan kesulitan mendapatkan pembayaran bunga berbunga apabila klien mengelak untuk membayar bunga karena memang tidak diperjanjikan secara tertulis. Sedangkan pihak debitur akan kesulitan untuk mendapatkan kembali benda yang dijaminkannya. Karena kreditur dan debitur pada akhirnya menjadi dua pihak yang saling tidak sepakat lagi.

Jadi, dengan konsep perjanjian seperti yang sudah ditandatangani oleh pihak kreditur dan debitur dalam kasus ini, ternyata sangat merugikan pihak yang membuat perjanjian itu sendiri. Sebaliknya menguntungkan pihak lain yang semula ingin dirugikan dari adanya perjanjian penitipan uang tersebut.

Disarankan bahwa pada situasi yang sangat sulit seperti sekarang ini, alangkah baiknya apabila kita senantiasa berbenah dan evaluasi diri. Contoh kasus antara rentenir dengan kliennya diatas dapat menjadi pelajaran untuk kita, agar lebih berhati-hati dalam menyelesaikan problem kehidupan. Jangan sampai kita berbuat sesuatu yang menyebabkan menyesal di kemudian hari. Apabila yang terjadi sebaliknya, kita harus siap menanggung segala resiko. Karena setiap perbuatan akan selalu meninggalkan jejak tanggung jawab yang akan selalu kita pikul selama kita masih hidup. 








Tentang penulis:
Rini Pudjiastutik SH, alumni Fakultas Hukum Unair, bekerja di Kantor Advokat/Konsultan Hukum MN Effendi SH & Rekan, Jln Gubeng Jaya II/12-A Surabaya. Telepon (031) 503 3177, 502 0488 Faks (031) 503 0323. Email: rinifastkho@yahoo.com 




sumber:

https://gagasanhukum.wordpress.com/2008/06/02/trik-rentenir-menjerat-klien/







Tidak ada komentar:

Posting Komentar