TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pemeriksaan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Blitar menunjukkan Polri makin gampang dipecundangi kekuatan partai politik (parpol). Kasus ini menunjukkan juga bahwa Polri tidak independen dan tidak profesional.
"Anas sebagai Ketua Umum parpol penguasa sudah berhasil memperalat Polri untuk menunjukkan arogansi dan powernya serta memberi sinyal bahwa dia tidak akan tersentuh meski Nazarudin telah membeberkan kasus korupsinya," tulis Koordinator Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam rilis diterima Tribunnews.com, Sabtu (30/7/2011).
IPW sangat prihatin dengan kondisi Polri seperti ini. Apalagi adanya pernyataan Kabareskrim Polri yang tidak tau menahu soal pemeriksaan Anas di Blitar.
"Hal ini makin menunjukkan Polri sudah terbelah dalam polarisasi politik antara pendukung Partai Demokrat dan kelompok yang anti Partai Demokrat," tambah Neta S Pane.
Jika ini dibiarkan, ke depan Polri dalam bahaya polarissasi politik praktis. "Untuk itu kasus Anas harus diusut tuntas, ditelusuri siapa pejabat Polri yang sudah diperalat Anas, untuk kemudian ditindak tegas," tulis Neta.
Ditegaskan Neta, kasus ini tiidak cukup hanya sanksi teguran, apalagi hanya polisi bawah yang diberi teguran. "Kasus Anas telah mempermalukan Polri di tengah makin buruknya citra Polri," tulis Neta.
Penulis: Yulis Sulistyawan | Editor: Johnson Simanjuntak
Kabareskrim Tegur Penyidik Periksa Anas Urbaningrum di Blitar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bareskrim Irjen (Pol) Sutarman mengaku telah menegur penyidik yang melakukan pemeriksaan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sebagai saksi pelapor, di Polres Blitar, Jawa Timur, pada 26 Juli 2011.
Menurut Sutarman, pemeriksaan yang dilakukan anak buahnya itu tanpa sepengetahuannya dan tidak melihat aspek keadilan masyarakat. "Oleh karenanya, saya sudah tegur penyidik kita. Mungkin dia mau cepat, dia ke sana," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/7/2011).
Ia mengatakan, dua penyidik, Direktur I Tipidum I Bareskrim Brigjen Pol Agung Sabar Santoso, dan penyidik yang menangani laporan Anas lainnya mendapat teguran darinya, akibat kejadian ini.
Saat ditanya bentuk teguran kepada penyidik yang memeriksa Anas tersebut, Sutarman menjawab, "Yah saya panggil. Yang namanya perwira dipanggil itu sudah teguran berat."
Sutarman menegaskan, sebenarnya tidak ada yang salah dari aspek yuridis dalam proses pemeriksaan Anas tersebut.
Namun, penyidik kepolisian harus tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat, meski Anas adalah orang nomor satu partai penguasa, Partai Demokrat.
"Itu adalah feedback bagi saya untuk terus, bahwa sekarang penegakan hukum itu tidak hanya lurus-lurus seperti yuridis fornal saja. Tapi, kita juga harus memperhatikan aspek-aspek lain, termasuk aspek tuntutan masyarakat dan aspek keadilan masyarakat," ucapnya.
Sutarman mengingatkan kepada seluruh penyidik kepolisian untuk menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran dalam penanganan proses kasus lainnya. "Seperti kasus Kakau, pisang setandan, itu secara yuridis betul, penyidik yang menagani benar, yang menahannya benar, seluruh prosesnya benar.
Tindakan penyidik betul. Tapi, itu tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, penyidik Bareskrim Polri bersedia memeriksa Anas di Polres Blitar lantaran Anas sebagai saksi pelapor kasus tengah berada di kampung halamannya itu. Pemeriksaan itu pun terjadi terjadi setelah ada perubahan waktu dan tempat atas permintaan Anas.
Anas diperiksa sebagai saksi pelapor, karena sebelumnya ia melaporkan mantan Bendahara Umum partainya, M Nazaruddin, atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Anas merasa difitnah dan nama baiknya dicemarkan dengan pengakuan Nazaruddin ke media massa bahwa dirinya menerima aliran dana suap proyek Wisma Atlet Sesmenpora sebesar Rp 7 miliar.
Penulis: Abdul Qodir | Editor: Johnson Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar