Rabu, 07 Desember 2011

Kasus Korupsi : Uang 2 Kantong Plastik Diantar ke Rumah Dinas Mantan WaliKota Pematang Siantar




 








Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi APBD Kota Pematang Siantar
Tahun 2007 senilai Rp10,51 miliar, dengan terdakwa mantan Walikota
Pematang Siantar RE Siahaan di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa
(06/12/2011), menghadirkan empat orang saksi.








Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari KPK menghadirkan Erwin
Simanjutak, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemeliharaan Drainase Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Pematang Siantar, Marihot Situmorang, mantan Asisten
III Pemko Pematang Siantar, Muhammad Akhir Harahap, mantan Asisten II
Pemko Pematang Aiantar, dan Kristina Sidauruk, staf Organisasi Tata
Laksana Pemko Pematang Siantar.





Dalam kesaksiannya, Erwin mengaku mengantarkan dua kantong plastik
berisi uang ke Rumah Dinas Walikota yang diterima oleh istri terdakwa.
Dua kantong plastik berisi uang tersebut ia antarkan bersama Rudi
Lumbangaol, honorer di Dinas PU.








"Satu kantong saya bawa, satu kantong lagi dibawa Rudi Lumbangaol.
Uang itu kami letakkan di atas meja, lalu saya bilang ke Ibu Walikota,
Bu, ini uang yang dibilang Pak Walikota," tutur saksi.





Dipaparkan saksi, dia diajak Johny Arifin Siahaan, Bendahara Dinas
PU, ke Bank Sumut Cabang Pematang Siantar untuk mengambil uang. Setelah
uang terdiri dari pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 sebanyak Rp1,2 miliar
lebih dikemas dalam dua kantong plastik. Johny yang merupakan abang
kandung terdakwa, menyuruhnya mengantarkan uang tersebut ke Rumah Dinas
Walikota.





"Sebelum saya antarkan ke Rumah Dinas, saya telepon Pak Walikota
memberitahukan uang dari Pak Johny Siahaan sudah ada. Lalu, Pak Walikota
bilang, saya masih di luar, antarlah ke Rumah Dinas di sana ada Ibu,"
ungkap saksi.








Tak hanya itu, saksi juga mengakui menerima komisi 40 persen dari
Rp4,9 miliar anggaran pemeliharaan drainase dan gorong-gorong. Anggaran
tersebut diterimanya dari Bendahara Dinas PU Johny Arifin Siahaan secara
bertahap dalam empat triwulan, yakni Rp495 juta per triwulan.





"Dana yang kami terima itu masih dipotong lagi oleh Bendahara.
Triwulan I dipotong Rp30 juta, triwulan II dipotong Rp20 juta, triwulan
III dan IV dipotong masing-masing Rp10 juta,” jelasnya.





Saksi juga mengakui menandatangani kontrak fiktif rekanan dan membuat
pertanggungjawaban dengan realisasi dana 100% sesuai Petunjuk
Operasional (PO). Menurut dia, para rekanan hanya menandatangani kontrak
sedangkan yang mengerjakan proyek pemeliharaan drainase di 174 titik
tersebut adalah pihak PU sendiri. Rekanan tidak mau mengerjakannya
karena anggarannya tidak memadai.








"Istilahnya pinjam perusahaan sehingga yang dibayar hanya jasa
perusahaan sebesar 2%,” katanya seraya menambahkan secara kuantitas
seluruh proyek pemeliharaan drainase yang tersebar di 174 titik tersebut
terpenuhi, namun secara kualitas tidak terpenuhi.





"Secara kualitas tidak mungkin sesuai bestek karena anggarannya
minim. Misalnya, campuran semennya dikurangi dari spek," tambahnya.








Sementara, saksi Marihot Situmorang mengaku, pada September 2007, ia
dan Jannes Lumbangaol, Sekda Pematang Siantar, disuruh terdakwa
mengantarkan uang sebanyak Rp700 juta kepada Maruli Silitonga, Mangatas
Silalahi dan Muktar Tarigan. Uang yang diterimanya dari Johny Arifin
Siahaan, Bendahara Dinas PU tersebut, kemudian diantarkan ke daerah
Karangsari dan diterima Maruli Silitonga.





"Saat itu hubungan antara anggota DPRD (Pematang Siantar) dengan Walikota memang kurang harmonis,” ujar saksi.








Saksi dalam keterangannya juga mengaku terdakwa menyuruhnya dan
Lintong Siagian, Asisten I Pemko Pematang Siantar, untuk memasukkan uang
ke dalam amplop masing-masing sebanyak Rp30 juta. Amplop berisi uang
tersebut kemudian mereka bagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPRD
Pematang Siantar yang diundang hadir ke Pendopo Rumah Dinas Walikota,
diantaranya RTP Sihotang dan Yusuf Siregar.





"Besoknya ada empat anggota dewan lagi. Total anggota dewan yang menerima uang tersebut sekitar 14-15 orang," katanya.








Saksi mengatakan, uang yang dibagi-bagikan kepada anggota dewan
tersebut merupakan sebagian dari Rp1,5 miliar yang diambil dari Rp5,4
miliar anggaran bantuan sosial (Bansos) di Perubahan APBD Pematang
Siantar 2007. Sebagai pertanggungjawaban kepada Rispani, Kabag Sosial,
ia bersama Asisten I dan II menandatangani kwitansi. “Karena kebodohan
saya, saya menandatangani kwitansi itu,” ujarnya.








Untuk mengembalikan uang bantuan sosial Rp1,5 miliar tersebut,
lanjutnya, terdakwa menyuruh dia, Asisten I dan II untuk memintanya dari
para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai bentuk partisipasi.
"Dana yang terkumpul dari SKPD hanya sekitar Rp700 juta dan uang itu
langsung saya serahkan kepada Rispani," katanya. (BS-021)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar